Tenggelam dalam Kesaksian
Secara luas, pementasan teater sudah berwujud menjadi segala aktivitas yang dipertunjukkan di atas panggung. Penikmatnya bisa langsung maupun daring--yang bernilai langsung di sini-saat ini.
Tentang aktivitas yang dipertunjukkan di atas panggung, ini bukan hanya berarti bahwa pelaku--tokoh yang melakukan sesuatu tersebut, memang berniat mempertontonkan aktivitasnya. Tanpa niat mempertunjukkan pun--terkadang justru menjadi tontonan yang dinikmati oleh lingkungan sekitarnya.
Juga tentang panggung--yang bukan hanya berarti tempat yang dipersiapkan secara khusus. Namun setiap tempat yang bernilai umum atau ranah publik, juga telah menjadi panggung pertunjukan. Bahkan, aktivitas di tempat khusus atau ranah privat pun, terkadang--sering juga bisa bernilai pertunjukan. Terlepas dari tokohnya berniat menunjukkan atau kecolongan. Namun kecolongan itu pasti ada yang nyolong, dan "nyolong" itu tidak baik.
Cara pandang teater yang semakin luas tersebut sebenarnya bukan barusaja terjadi imbas dari era digital. Sebagai salah satu seni tertua di dunia, cara pandang pertunjukan teater tentu sudah banyak terserap di masyarakat. Namun, tetap menarik untuk dibaca.
Sebagaimana panggung pertunjukan yang bisa berada di mana saja. Penikmatnya juga bisa berada di mana saja. Tokoh-tokoh dalam pertunjukan teater dan penikmatnya juga bisa siapa saja. Bentuk, jenis pertunjukan dan ceritanya juga bisa berupa apa saja. Baik yang memuat drama atau tanpa konflik dan penyelesaian di dalamnya.
Keluasan cara pandang teater juga membuat kita bisa, misalnya menempatkan bumi ini sebagai tempat pertunjukan, dimana setiap manusia menjadi tokoh di dalam alur cerita kehidupannya masing-masing. Di atas panggung dunia tersebut, setiap tokoh memiliki tugas--yang secara alamiah dijalani sebagai peran. Yakni peran untuk mengurusi urusan hidupnya dan lingkungan di mana ia berada.
Setiap manusia juga memiliki umur, sebagai durasi untuk menjalankan berbagai perannya di atas panggung pertunjukan kehidupan dunia. Durasi itu ditandai dengan peristiwa yang kita kenal sebagai kelahiran dan kematian. Dua peristiwa itulah yang berfungsi sebagai tanda, berawal dan berakhirnya sebuah pementasan di panggung dunia.
Di dalam durasi pementasan--di antara kelahiran dan kematian tersebut terdapat alur cerita yang harus dilewati atau dimainkan oleh tokoh. Di dalam alur itulah setiap tokoh memiliki ketetapan-ketetapan tentang perjalanan hidupnya--yang disebut sebagai tahap-tahap peran kehidupan. Dalam setiap tahap tersebut setiap tokoh memiliki peran yang berbeda.
Untuk menjalani setiap tahapan tersebut, seorang tokoh juga memiliki panduan untuk mencapai takaran atau ukuran tertentu sesuai peran yang dimainkan. Di dalam panduan tersebut, terdapat rencana atau runtutan cara dan waktu untuk menjalaninya. Dengan kata lain, panduan tersebut berisi "apa yang harus dilakukan" oleh seorang tokoh pada sebuah kesempatan tertentu.
Oleh karenanya, segala hal yang ada di bumi--tercakup sekali yang dipertunjukkan di panggung teater--yang mengalami perluasan cara pandang tersebut, sangat wajar--sudah seharusnya terjadi dan menjadi bahan konsumsi para penikmatnya. Penikmat itu, bisa siapa saja yang mampu mengambil manfaat dari pertunjukan tersebut. Tentunya, setiap penikmat juga memiliki caranya sendiri, sesuai dengan bekal kemampuan masing-masing.
Terkadang, kita melewati proses pemilihan, untuk menentukan pertunjukan apa yang akan kita nikmati. Terkadang juga melalui proses "embuh" atau kebetulan. Dari dua proses tersebut, terkadang kita merasa bisa mengambil manfaat. Terkadang juga merasa tidak bisa menikmati pertunjukannya.
Namun di balik segala hal yang ada atau terlihat di atas panggung pertunjukan, selalu ada yang menyiapkan--yang sengaja memperlihatkan sesuatu. Selalu ada sebab sehingga segala sesuatu--baik yang berawal dari pilihan atau kebetulan--akhirnya bisa terlihat, tertonton atau kita nikmati.
*
Masih seputar bumi. Sebagai tempat pertunjukan, bumi juga berfungsi sebagai tempat berkumpul. Sebut saja berkumpulnya para tokoh utama yaitu manusia dengan para tokoh pembantu yakni golongan makhluk lainnya. Baik makhluk hidup atau benda mati, juga makhluk yang tampak maupun tidak tampak, atau sudah tidak tampak lagi.
Setiap golongan yang berkumpul di bumi, memiliki ruang atau wilayah yang tercipta dengan adanya batas-batas tertentu. Batasan tersebut menjadi pemisah antar ruang yang dihuni masing-masing golongan. Setiap ruangan juga memiliki aturan main sendiri, baik untuk golongannya maupun golongan lain yang memasuki wilayahnya. Oleh karena itu, selalu terdapat ketentuan sebagai syarat dan konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan oleh setiap anggota golongan. Baik di dalam maupun di luar wilayahnya.
Meski berada di dalam ketetapan hidup masing-masing, semua golongan yang ada di bumi adalah tetap berkumpul, berdampingan atau hidup bersama. Oleh karena itu, mereka bisa saling memengaruhi, terkoneksi, berkomunikasi bahkan menghasilkan kesepakatan atau bekerja sama. Misalnya kerja sama sebagai sebuah tim produksi pertunjukan teater, pengerjaan proyek pemerintah, pemenangan Pemilu, pengembangan bisnis, pengamanan harta benda, mendapatkan rejeki atau bahkan mendapatkan pasangan.
Jika bumi masih ditempatkan sebagai panggung pertunjukan teater di dunia, maka manusialah yang menjadi tokoh utamanya. Sehingga peran golongan makhluk lain atau benda-benda adalah sebagai sarana atau alat yang membantu tokoh utama menjalani perannya. Ketika komposisi peran tersebut berubah, saat itulah manusia kehilangan kemanusiaannya.
Padahal, selain sebagai tokoh utama, manusia juga berperan sebagai penikmat utama pertunjukan di atas panggung kehidupan dunia. Sebab hanya manusia yang memiliki bekal sempurna. Sebagaimana bumi sebagai tempat berkumpul sejumlah golongan makhluk, setiap tubuh manusia juga menjadi tempat berkumpul--bagi jazad dan segala hal yang berada di dalamnya. Bagi hati serta segala hal yang ada dikandungannya. Bagi akal serta segala hal yang bersamanya. Dan bagi jiwa serta segala hal yang mampu ditampungnya.
Sebagai tempat berkumpul, di dalam diri manusia selalu terdapat semacam ruang yang menjadi panggung pertunjukan dan ruang untuk penonton. Sehingga setiap manusia selalu bisa menggelar pertunjukan teater sekaligus menjadi penikmat pertunjukannya sendiri. Manusia juga bisa membuat naskah lakon yang dipentaskan oleh dirinya sendiri atau orang lain. Tentu saja manusia juga bisa menjadi tokoh pementasan dengan naskah lakon yang tidak ditulisnya sendiri.
Menjalani peran di atas panggung pertunjukan--tempat berkumpul bernama bumi ini, manusia dan segala aktivitasnya tidak akan bisa sembunyi. Dan teater yang berbahan baku perilaku manusia, selalu bisa dinikmati oleh manusianya sendiri sekaligus apa saja yang berada di lingkungannya.
Sebagai tokoh, manusia selalu dikelilingi oleh penonton. Sebagai penonton, sebenarnya manusia hanya menonton dirinya sendiri. Lantas, apa yang menjadi batas panggung pertunjukan kehidupan dunia bagi manusia. Sepertinya batas itu adalah pelupuk matanya, sekalipun ia buta.
Karena pada hakekatnya, keberadaan manusia di dunia--ada saja, ia adalah saksi--bahwa ada yang menciptakannya. Apalagi segala aktivitas manusia sejak kelahiran hingga kematiannya--jika bukan sebuah kesaksian yang terus-terusan menegaskan bahwa yang ada dan menciptakan itu benar-benar nyata.
Meski keberadaannya adalah saksi, namun manusia masih harus bersaksi. Meski tidak ada pilihan, manusia diberikan balasan atas segala perbuatan. Meski jelas tak bisa pergi ke mana-mana, manusia diberikan pilihan ke surga atau neraka. Sebab manusia, adalah saksi pertunjukan kehidupan di dunia. Ialah tokoh sekaligus penikmat utama. Manusia, ialah yang tenggelam dalam kesaksiannya.
Roemah Tjerita-Sabtu, 20072024
Komentar
Posting Komentar