Merunut Aktivitas Tubuh Pertunjukan



Sebaiknya dimulai dengan pemilahan wilayah atas sesuatu yang tampak dan tidak tampak oleh indera. Sebagaimana kita mengenal adanya perbedaan antara sesuatu yang berada atau bersifat lahiriyah dan batiniyah, fisik dan non fisik, kasat mata dan tak kasat mata, raga dan jiwa, atau jasmani dan ruhani. Pemilahan tersebut hanya untuk memudahkan supaya jelas diketahui perbedaan antara dua hal.


Sebagai tubuh yang beraktivitas, pertunjukan teater memiliki dua wilayah yang berbeda. Yaitu wilayah tampak dan wilayah tidak tampak. Wilayah yang tampak adalah tubuh pertunjukan teater di atas panggung. Sedangkan wilayah yang tidak tampak terbagi menjadi dua bagian. Pertama adalah aktivitas atau perbuatan pertunjukan teater terhadap penonton. Kedua adalah kondisi batin pertunjukan teater itu sendiri.


Wilayah yang tampak adalah tubuh pertunjukan teater di atas panggung. Tubuh yang dimaksud adalah segala hal yang tampak di atas panggung saat peristiwa pementasan terjadi. Seperti tokoh dan perilakunya, set, properti, cahaya dan musik--yang dikelompokkan menjadi tiga bagian. Layaknya tubuh fisik manusia, tiga bagian itu adalah tubuh bagian atas, badan dan tubuh bagian bawah. 


Tubuh bagian atas juga disebut sebagai kepala. Pada kepala, bagian yang selalu menjadi perhatian dan berfungsi secara aktif menyampaikan pesan adalah wajah, mata dan mulut. Pada bagian badan terdapat tangan dan pada tubuh bagian bawah berupa kaki.


a. Bagian kepala memiliki wajah yang diwakilkan kepada bentuk atau jenis pertunjukannya. Pergerakan suasana pada setiap adegan, menjadi ekspresi wajah tersebut. Mata pertunjukan, diwakilkan kepada fokus perjalanan cerita. Sedangkan mulutnya adalah bagaimana cara penyampaian gagasannya. 


b. Badan dari tubuh pertunjukan adalah tangan. Tangan pertunjukan teater adalah genggaman rasa pada setiap adegannya. c. Tubuh bagian bawah atau kaki adalah tempo perjalanan alur cerita.


Kelengkapan unsur-unsur pada bagian tubuh tersebut, menentukan keutuhan fisik tubuh pertunjukan teater. Sedangkan fungsi setiap unsur tersebut, menunjukkan kondisi "kesehatan" tubuhnya. Kelengkapan unsur dan fungsi "anggota tubuh" pertunjukan teater tersebut, menentukan kejelasan sebuah cerita yang dipentaskan di hadapan penonton. Sebab, "aktivitas" anggota tubuh tersebut akan menjadi runtutan logika kausalitas--ikatan cara dan rasa--sebagai bangunan utuh sebuah karya seni pertunjukan. 


Namun, kenapa sebuah karya seni itu dipertunjukan itu disuguhkan kepada penonton, saat itu dan di situ. Untuk mengetahui alasannya, harus dibedah dahulu tubuh pertunjukannya. Hal itulah yang berada pada wilayah tidak tampak dari sebuah pertunjukan teater.  


Wilayah yang tidak tampak dari pertunjukan teater:

1. Aktivitas atau perbuatan pertunjukan teater. Aktivitas atau perbuatan ini berkaitan erat dengan penonton. Namun yang dimaksud bukan perilaku tokoh atau dinamika pementasan yang direspon oleh penonton selama durasi pementasan. 

Meski berkaitan erat dengan "rupa" pertunjukan saat peristiwa pementasan terjadi, namun wilayah ini bukan berisi narasi cerita di dalam pementasan, melainkan "maqasid al pertunjukan" teater tersebut digelar.


Maksud dari sebuah pertunjukan teater biasa disebut tema yang berisi pesan, ide, gagasan atau apa yang ingin disampaikan sutradara kepada penonton melalui pertunjukannya. Maksud ini biasa dikenal sebagai sesuatu yang dibawa pulang penonton, baik di pikiran atau hatinya. 


2. Yang tidak tampak dari pertunjukan teater berikutnya adalah batin pertunjukannya sendiri. Di dalam batin itu terdapat dua entitas. Yakni akal dan hati dari sebuah tubuh pertunjukan teater. Di ranah batin ini, akal dan hati ibarat dua lahan perkebunan--yang pada masing-masing lahan, tumbuh berbagai jenis tanaman--dan juga rumput liar. 


Jenis tanaman di lahan akal berupa pikiran-pikiran, gagasan, kumpulan ide dan buahnya berupa cara. Sedangkan di lahan hati, jenis tanamannya berupa daya dorong dan buahnya berupa arah atau ikatan rasa. 


Ciri khas lahan akal, berbagai jenis tanamannya memiliki karakter yang sama yakni membuahkan cara. Namun mereka akan tumbuh secara berkelompok dan terpisah sesuai bentuk dan warnanya masing-masing. Pemisahnya adalah rumput liar. 


Sedangkan ciri khas lahan hati, berbagai jenis tanaman yang tumbuh memiliki karakter yang berbeda-beda. Secara umum hanya ada dua karakter, yakni daya dorong yang menguatkan dan yang melemahkan arah atau ikatan rasa. Dari dua karakter tersebut, berbagai jenis tanamannya memiliki bentuk dan warna yang mirip atau saling menyerupai. Selain itu, mereka juga tumbuh secara acak atau saling berkumpul. 


Berbagai tanaman di ranah batin, baik yang tumbuh di lahan akal maupun hati, akan tumbuh sesuai dengan perawatannya--seperti pemberian perhatian, asupan atau pupuknya. Bisa juga mati karena tidak dirawat atau keliru cara merawatnya. 


Contohnya, pada lahan akal, tumbuhan berupa ide, gagasan, pokok pikiran atau cara menyampaikan pesan dan sebagainya, tidak akan tumbuh jika tidak dipupuk misalnya, dengan cara diskusi yang dikontrol dengan benar. Sebab secara mendasar asupan untuk tumbuhan akal hanya berupa ilmu pengetahuan. Asupan ini berfungsi sebagai cahaya yang menerangi lingkungannya.


Sehingga aktivitas "ngeprank" akal tidak menjadi hal yang disayangkan jika harus terjadi. Seolah-olah sedang memupuk tanaman, ternyata yang dilakukan adalah menyuburkan rumput liar. Dampaknya, tanamannya justru tertutup dan batin menjadi gelap.   


Demikian juga pada lahan hati. Meski di sana tidak ada rumput liar namun kehati-hatian, sangat menentukan tumbuhan mana yang akan dirawat atau dibesarkan. Kehati-hatian itu juga menjadi asupan untuk tanaman di lahan hati--yang pada dasarnya berupa hikmah. Jika yang dibesarkan adalah dorongan yang menguatkan, dampaknya akan menjadikan batin itu tenang karena tahu arah. 

Sedangkan jika yang dirawat justru yang melemahkan, akan berdampak pada "buyarnya" ikatan rasa atau arah, sehingga batinnya tidak tenang atau "grusa-grusu".


Kombinasi interaksi antara hati dan akal di ranah batin ini, menentukan kondisi batin itu sendiri. Jika tanaman yang dirawat di lahan akal bisa menjadi cahaya dan tanaman yang dirawat di lahan hati menghasilkan ketenangan, maka batin itu berpotensi memiliki nalar. Potensi ini, hanya terwujud jika intensitas cahaya (ilmu) dan porsi tenang (hikmah), tepat. 


Proses perawatan ranah batin ini, selalu bersamaan dengan--yang biasa dikenal dengan proses penggarapan naskah lakon--menjadi tubuh pertunjukan yang utuh--yang akan melakukan sesuatu pada saat peristiwa pementasan terjadi. 


Segala aktivitas batin, memiliki saluran buang yang bermuara pada sebuah ruang yang disebut jiwa pertunjukan. Ruangan ini juga menjadi tempat berkumpulnya sifat-sifat dari segala perbuatan fisik yang dilakukan selama proses penggarapan atau pembentukan tubuh pertunjukan. Dengan kalimat lain, jiwa pertunjukan terbentuk dari segala aktivitas batin dan fisik, baik sutradara maupun para awak pertunjukannya. 


Namun proses pertumbuhan jiwa pertunjukan ini, bukan bermula dari tidak ada atau baru ada dan mulai terbentuk saat proses penggarapan naskah lakon dimulai. Sebenarnya, jiwa sebuah pertunjukan teater yang akan dipentaskan, sudah ada sebelum proses itu berlangsung. Jiwa itu terletak di setiap seniman yang--akhirnya--terlibat secara langsung dalam proses penggarapan sebuah pertunjukan teater.  


Oleh karena itu, sebagai bentuk seni kolektif, teater bukan hanya tempat berkumpulnya berbagai cabang seni. Melainkan juga titik kumpul para jiwa dari setiap seniman yang terlibat di dalam proses penggarapan. Sehingga jiwa sebuah pertunjukan teater sejatinya adalah gunung jiwa.  


Jiwa inilah, yang mengendalikan segala hal, yang terjadi pada saat peristiwa pertunjukan berlangsung-baik secara taat atau sesuai proses latihan atau menjadi kejutan yang tidak diperhitungkan. Selain itu, jiwa inilah yang secara khusus dan otomatis memengaruhi jiwa para penonton. 


Jika perbuatan teater adalah maksud pertunjukannya, maka jiwa pertunjukan teater adalah niatnya--lebih tepatnya kumpulan niat. Tentu saja niat itu bersembunyi di dalam diri setiap senimannya. Sehingga dengan atau tanpa disadari, kuat atau berai-nya jiwa pertunjukan itu, berasal dari niat yang dijaga oleh setiap seniman selama proses pembentukan tubuh sebuah pertunjukan. 


Misalnya, tanpa disadari, penonton merasa sedang melihat seorang sombong yang pamer kekayaan dalam pementasan dengan gaya klasik atau berbau realis. Atau dalam pementasan bergaya modern dan tradisional, penonton justru melihat seorang pembunuh yang sedang mengintimidasi calon korbannya. Contoh lain, misalnya dalam pementasan tentang kebijaksanaan manusia menghadapi takdirnya, penonton justru seperti melihat seorang anak yang merengek minta mainan. Atau melihat sebuah peperangan sengit di dalam pementasan komedi yang dipenuhi tawa. 


Tentusaja, setiap penonton memiliki pengalaman yang berbeda. Namun perbedaan yang dimiliki penonton, tidak lebih banyak dari jumlah seniman yang terlibat. Atau secara khusus memegang kendali pada saat proses penggarapan pementasan berlangsung. 


Maka, perbuatan pertunjukan teater sebenarnya adalah apa yang sampai kepada batin dan mengendap di jiwa setiap penontonnya. Yang sampai kepada batin penonton adalah nalar pertunjukannya, yang masuk kepada jiwa penonton adalah watak sebenarnya--pertunjukan teater--tercakup sekali para senimannya. 


Khanqah Abi Dzarrin-Jum'at, 26072024


Komentar

Postingan Populer